
OTO Mounture — Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa subsidi atau insentif impor mobil listrik (CBU) tidak akan diperpanjang setelah berakhir pada 31 Desember 2025.
Keputusan ini disampaikan langsung oleh Kementerian Perindustrian, sejalan dengan kebijakan percepatan produksi kendaraan listrik di dalam negeri.
Sejak diberlakukan, insentif tersebut mencakup pembebasan bea masuk dan PPnBM bagi mobil listrik utuh yang diimpor langsung (Completely Built Up/CBU).
Namun, menurut pemerintah, masa insentif sudah cukup untuk mendorong pertumbuhan pasar awal. Mulai 2026, pabrikan diwajibkan melakukan produksi lokal agar tetap mendapatkan dukungan kebijakan fiskal.
BACA JUGA: Mitsubishi Motors Pangkas Proyeksi Laba Fiskal 2025 akibat Tarif AS dan Persaingan Ketat
“Insentif impor mobil listrik CBU hanya berlaku sampai 31 Desember 2025, dan setelah itu tidak ada sinyal perpanjangan. Produsen harus memenuhi syarat produksi dalam negeri,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Pakar ekonomi energi dari Universitas Indonesia, Riyanto, menilai bahwa keputusan ini sudah tepat. “Honeymoon insentif impor mobil listrik sudah cukup. Tidak perlu diperpanjang lagi setelah 31 Desember 2025,” jelasnya.
Dengan berakhirnya insentif tersebut, sejumlah merek seperti BYD, hingga Chery yang mengandalkan skema CBU harus menyesuaikan strategi mereka di Indonesia. Sementara merek yang berkomitmen membangun pabrik lokal diperkirakan akan lebih diuntungkan dalam jangka panjang.
Kebijakan penghentian subsidi mobil listrik ini sekaligus menegaskan arah pemerintah untuk mendorong investasi industri kendaraan listrik dalam negeri, bukan sekadar menjadi pasar impor.
Diketahui, berdasarkan Peraturan Menteri Investasi No. 6/2023 jo No. 1/2024, mulai Februari 2024, pemerintah menerapkan insentif berupa pembebasan bea masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk impor mobil listrik berbasis baterai (BEV) dalam bentuk utuh.
Namun, setiap produsen yang memanfaatkan fasilitas ini diwajibkan untuk menyerahkan jaminan berupa bank garansi dan berkomitmen memproduksi kendaraan di dalam negeri dengan rasio 1:1 setelah melakukan impor.
Kebijakan ini berlaku hingga Desember 2025. Selanjutnya, untuk periode 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, produsen yang berpartisipasi dalam program ini wajib memenuhi komitmen produksi lokal sesuai dengan peta jalan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Jika tidak, bank garansi yang disetor akan hangus atau diserap negara.
(om/ls)