Penjualan Aion Masih Lesu, Sulit Tembus Persaingan Mobil Listrik Indonesia

OTO Mounture — Di tengah gencarnya transisi kendaraan listrik di Indonesia, performa penjualan merek mobil listrik Aion justru menunjukkan tren yang mengecewakan.

Berdasarkan data Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) periode Januari hingga Mei 2025, Aion hanya mampu menjual 1.845 unit secara wholesales dan 1.969 unit secara retail, angka yang masih tertinggal jauh dibandingkan kompetitor langsung seperti BYD dan Wuling.

Padahal, Aion sebelumnya digadang-gadang sebagai pendatang baru yang siap menantang dominasi BYD di segmen EV. Namun kenyataannya, hingga bulan Mei, Aion hanya meraih pangsa pasar 0,6%, baik dari sisi distribusi maupun penjualan langsung ke konsumen.

Dari total pasar wholesale nasional sebanyak 316.981 unit (Januari–Mei 2025), kontribusi Aion sangat kecil dan bahkan lebih rendah dibandingkan beberapa merek Tiongkok lain seperti Denza (3.965 unit) dan Chery (8.012 unit).

BACA JUGA:

Performa Andal dan Irit: Mengintip Mesin Suzuki Fronx

Perang Harga Jadi Bumerang, BYD Kurangi Produksi dan Tunda Ekspansi Pabrik

Bahkan, merek yang baru masuk seperti Geely dan Neta berhasil mencatat angka lebih baik dalam waktu lebih singkat.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah strategi Aion untuk pasar Indonesia sudah tepat? Minimnya varian produk, kurangnya jaringan layanan purna jual, serta strategi pemasaran yang belum menyentuh konsumen lokal disinyalir menjadi penyebab utama.

Bahkan dengan angka wholesale 959 unit pada Maret, yang sempat menjadi bulan tertinggi Aion, tren berikutnya justru menurun tajam. Hanya 282 unit terdistribusi pada Mei, dan angka retail di bulan yang sama juga menurun menjadi 466 unit, jauh dari harapan.

Padahal, jika dibandingkan, BYD yang juga berasal dari Tiongkok mampu mencetak 12.013 unit wholesales dan 11.533 unit retail dalam periode yang sama. Artinya, secara penetrasi pasar dan penerimaan konsumen, BYD berada beberapa langkah di depan.

Masalah utama Aion tampaknya bukan pada teknologinya, melainkan brand awareness dan pengalaman konsumen yang belum terbangun. Minimnya diler, dan belum adanya testimoni kuat dari pengguna membuat merek ini terkesan “asing” di tengah ramainya pasar EV.

(om/ls)

 

, ,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *