Fenomena “Stop Strobo dan Sirine” di Jalan: Antara Keselamatan, Keadilan, dan Edukasi

Strobo

OTO Mounture — Fenomena seruan “Stop Strobo dan Sirine” atau dikenal dengan istilah TOT..TOT TOT..WUK WUK mencuat di masyarakat sebagai bentuk respon sosial terhadap kondisi lalu lintas di Indonesia yang padat dan kompleks.

Faktor penyebabnya antara lain rasio jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan panjang jalan, keterbatasan infrastruktur, serta pemahaman berlalu lintas yang masih rendah.

Gerakan ini memunculkan beragam pandangan, mulai dari aspek keselamatan, hukum dan keadilan, hingga psikologis dan sosial.

Aspek Keselamatan

Penggunaan strobo yang terlalu terang dan sirine keras dinilai berpotensi:

– Mengganggu konsentrasi pengendara lain.

– Menyebabkan kecemasan, stres mendadak, bahkan risiko kecelakaan.

– Membahayakan pengguna jalan dengan kondisi sensitif, seperti pengidap epilepsi.

– Gerakan ini menegaskan bahwa keselamatan bersama lebih penting daripada privilese sebagian pengguna jalan.

BACA JUGA: IMOS 2025 Sediakan Shuttle Bus Gratis untuk Pengunjung

Aspek Hukum dan Keadilan

Regulasi sudah jelas mengatur bahwa strobo dan sirine hanya boleh digunakan oleh kendaraan darurat, seperti ambulans, pemadam kebakaran, polisi, atau kendaraan dinas tertentu.

Namun, banyak terjadi penyalahgunaan oleh kendaraan pribadi maupun pejabat yang tidak dalam kondisi darurat. Akibatnya, masyarakat merasa aturan sering dilanggar sehingga gerakan ini hadir sebagai kontrol sosial terhadap ketidakadilan di jalan raya.

Aspek Sosial dan Psikologis

– Strobo dan sirine kerap dipandang sebagai simbol arogansi dan kesewenangan.

– Masyarakat merasa terganggu, tidak dihargai, hingga marah karena harus menyingkir tanpa alasan jelas.

– Gerakan ini mencerminkan keinginan publik untuk lalu lintas yang lebih tertib dan setara.

BACA JUGA: Touring Jakarta–Bali: Alva Owners Club Kampanyekan Mobilitas Hijau

Tantangan yang Perlu Diantisipasi

– Perlu pemisahan jelas antara penyalahgunaan dan pemakaian sah agar tidak merugikan kendaraan darurat.

– Aparat harus melakukan edukasi dan penegakan hukum secara konsisten.

– Semua pemangku kepentingan (pemerintah, aparat, sekolah, komunitas, hingga perusahaan transportasi) harus ikut berperan dalam edukasi dan pengawasan.

Pro dan Kontra Gerakan

Pro (Mendukung):

– Keselamatan: penggunaan berlebihan memicu kecelakaan.

– Keadilan: aturan hanya untuk kendaraan darurat, bukan untuk kepentingan pribadi.

– Kenyamanan: mengurangi gangguan suara bising dan cahaya.

– Simbol perlawanan: masyarakat ingin lalu lintas tanpa privilese berlebihan.

Kontra (Menolak):

– Kendaraan darurat tetap membutuhkan prioritas.

– Risiko salah kaprah sehingga masyarakat enggan memberi jalan pada ambulans/polisi.

– Perlu penegakan hukum, bukan hanya seruan moral.

Secara keseluruhan, gerakan Stop Strobo dan Sirine merupakan aspirasi masyarakat untuk menciptakan lalu lintas yang tertib, adil, dan aman. Namun, penting untuk membedakan antara penyalahgunaan dan pemakaian sah.

Solusi terbaik adalah edukasi publik ditambah penegakan hukum yang konsisten, bukan meniadakan fungsi vital strobo dan sirine pada kendaraan darurat.

“Gerakan ini pada dasarnya adalah seruan untuk jalan raya yang lebih tertib, adil, dan aman. Namun masyarakat tetap harus mendukung penggunaan strobo dan sirine pada kepentingan darurat,” ujar Jusri Pulubuhu, pakar keselamatan jalan raya dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) melalui keterangan resmi.

(om/ril)

 

 

, , , ,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *