Lawan Arah: Ketika Ego Berkendara Kalahkan Akal Sehat

Pemotor Lawan Arah

OTO Mounture — Pernahkah Anda berada di jalan satu arah, lalu tiba-tiba seorang pengendara motor melaju dari arah berlawanan dengan santainya? Fenomena ini bukan lagi hal yang asing di jalanan Indonesia. Melawan arah atau arus telah menjadi semacam “kebiasaan” yang sulit diberantas, meskipun risikonya sangat besar.

Menurut data dari Operasi Zebra Jaya 2024, tercatat sebanyak 4.638 pelanggaran melawan arus oleh pengendara roda dua di wilayah Polda Metro Jaya. Pelanggaran ini menempati posisi kedua setelah pelanggaran tidak menggunakan helm Standar Nasional Indonesia (SNI) .

Sementara itu, dari Januari hingga September 2024, angka pelanggaran lalu lintas di Indonesia mencapai 5.058.925 kasus, dengan pelanggaran melawan arus menjadi salah satu yang paling dominan .

BACA JUGA:

Penjualan Motor di Indonesia Turun pada Maret 2025

Lane Hogger: Raja Jalanan yang Tak Tahu Diri

Banyak pengendara berdalih bahwa melawan arus adalah cara tercepat untuk mencapai tujuan. Namun, alasan ini tidak dapat membenarkan tindakan yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Melawan arus merupakan pelanggaran serius yang diatur dalam Pasal 287 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pelanggar dapat dikenakan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda maksimal Rp500.000 .

Namun, sanksi hukum saja tidak cukup jika tidak diiringi dengan penegakan yang konsisten dan kesadaran masyarakat.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif:

1. Edukasi dan Sosialisasi: Menanamkan pentingnya keselamatan berkendara sejak dini melalui pendidikan formal dan kampanye publik.

2. Penegakan Hukum yang Konsisten: Meningkatkan patroli dan penggunaan teknologi seperti Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) untuk mendeteksi pelanggaran secara real-time.

3. Perbaikan Infrastruktur: Memastikan rambu-rambu lalu lintas terpasang dengan jelas dan kondisi jalan mendukung kelancaran lalu lintas.

4. Budaya Tertib Lalu Lintas: Membangun budaya malu melanggar aturan melalui peran serta masyarakat dan media.

Adapun melawan arus bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga mencerminkan sikap egois yang mengabaikan keselamatan bersama. Sudah saatnya kita, sebagai pengguna jalan, mengedepankan akal sehat dan empati dalam berkendara. Karena keselamatan di jalan adalah tanggung jawab kita bersama.

(om/ls)

, , ,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *